Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, January 20, 2009

Menikmati Kampung Wisata

Selain berbagai obyek di sepanjang aliran Ciliwung, Bogor juga memiliki alternatif tempat wisata yang relatif "baru". Tujuan baru ini diyakini mampu mengetuk hati dan menambah wawasan untuk bisa hidup lebih dekat dengan alam.

Tempat seru yang ditawarkan kali ini adalah Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) dan Kampung Wisata Industri Cikaret (KWC). Kebetulan, lokasi keduanya tidak berjauhan satu sama lain, ada dalam satu jalur perjalanan ke arah selatan Kota Bogor. Sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Hujan itu, tepat di kaki Gunung Salak.

Untuk mencapai keduanya, sama-sama harus melalui Persimpangan Pancasan di Bogor Selatan, lalu masuk ke Jalan Raya Bogor-Ciapus, jalan yang melintasi Kelurahan Cikaret dan Desa Pasir Eurih. Jangan kaget jika jalan yang dilalui tergolong sempit dan padat kendaraan maupun perumahan.

KBS adalah kompleks wisata budaya Sunda Bogor yang berlokasi di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di sini, dapat dilihat dari dekat sekaligus tinggal di dalam rumah-rumah bergaya arsitektur tradisional Sunda.

Lantunan irama klasik Sunda Bogor menyambut wisatawan saat memasuki kompleks kampung budaya ini. Hanya dengan membayar Rp 600.000-Rp 1,5 juta per malam, wisatawan dapat menginap di satu imah (rumah) yang dapat menampung maksimal 10 orang. Tersedia sarapan pagi gratis untuk empat orang.

Di tengah malam, saat udara jernih bebas kabut, gemerlap kota Bogor dan Jakarta terlihat jelas. Dengan luas lahan 8.600 meter persegi, di kompleks KBS saat ini ada 28 bangunan. Sejatinya, dalam sebuah kampung adat Sunda dahulu, bangunan-bangunan itu untuk dihuni dan digunakan pupuhu (kepala adat), panggiwa (pembantu ahli pupuhu), beserta kokolot (para tokoh adat).

Bangunan-bangunan itu dulu digunakan sebagai wadah aktivitas mereka (dan keluarga) sehari-hari, serta menjalankan roda pemerintahan masyarakat atau komunitas adatnya, termasuk menyelenggarakan ritual/ upacara-upacara adat.

Menurut Ahamat Mikami Sumawijaya, pupuhu KBS, setelah terputus lebih dari 32 tahun, tradisi adat yang menjadi daya tarik wisata kini mulai rutin digelar. Beberapa di antaranya adalah Seren Taun. Pekan lalu, KBS mengelar perhelatan Seren Taun untuk empat kalinya.

Selama menginap di KBS, wisatawan bisa menikmati sekaligus belajar kesenian Sunda Bogor klasik, pencak silat, atau mengikuti aktivitas keseharian penduduk desa, seperti bertani di sawah atau menumbuk padi. Yang menarik, ada paket wisata penelusuran situs-situs purbakala peninggalan Kerajaan Sunda (Pajajaran).

Menilik industri kecil

Dari KBS, lanjutkan perjalanan ke Cikaret di wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Lurah Cikaret Syarifudin mengatakan, meski masih terkesan padat dan belum tertata, Kampung Cikaret menyimpan banyak potensi wisata yang berbeda, yaitu wisata usaha rumahan.

Desk informasi wisata mereka ada di kantor kelurahan dengan nomor telepon 02518487219. Di Cikaret, sedikitnya ada 147 usaha rumahan yang siap dikunjungi.

Dengan membayar Rp 50.000 untuk satu orang atau satu keluarga atau satu rombongan wisatawan (maksimal 30 orang), akan diantar seorang pemadu wisata anggota Kompepar, berkeliling ke obyek-obyek wisata di kampung tersebut. Tentunya, dengan berjalan kaki, yang akan menghabiskan waktu antara dua sampai tiga jam dalam satu trip/ perjalanan wisata.

Kegiatan usaha atau bengkel kerja itu antara lain pembuatan produk alas kaki, tahu, tempe, tauco, wayang golek, kue ali, sablon, tas, tenda, ransel, dan pembuatan suvenir dari limbah produk alas kaki.

Saat berwisata ke bengkel- bengkel usaha kecil, wisatawan bisa belajar, bukan saja proses pembuatan produk tersebut, tetapi juga arti kehidupan dan keuletan para usahawan kecil menengah yang berjuang nyaris tanpa bantuan siapa pun, termasuk pemerintah.

”Kegiatan usaha mereka sudah berjalan belasan tahun bahkan puluhan tahun karena turun-menurun dari orangtuanya,” kata Syarifudin. Siapa tahu, setelah melihat aneka produk rumahan itu, Anda bisa memborongnya atau malah berbisnis. (Courtesy Kompas/Antara)

No comments: