Upacara tradisional Rebo Pungkasan (Rabu terakhir) yang digelar masyarakat Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, menjadi atraksi wisata andalan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)."Upacara Rebo Pungkasan selalu menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut, sehingga diharapkan jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Bambang Legowo, di Bantul, Jumat (20/2).Dikatakannya, upacara tradisional ini selalu mengundang perhatian seluruh lapisan masyarakat karena waktunya diperhitungkan setiap Rabu terakhir pada bulan Sapar (penanggalan Jawa/Islam), karena itu upacara ini selalu ditunggu oleh masyarakat di daerah ini.Ia mengatakan, pada tahun ini upacara puncak Rebo Pungkasan dengan kegiatan kirab gunungan dan "lemper raksasa" (sejenis makanan tradisional) diperkirakan jatuh pada Selasa malam, 24 Februari 2009 mulai pukul 19.00 WIB hingga larut malam. "Kirab gunungan dan ’lemper’ berukuran raksasa ini rencananya berlangsung dari depan Masjid Al Huda, Wonokromo, sampai depan Balai Desa Wonokromo," katanya. Menurut dia, upacara Rebo Pungkasan yang dimulai saat Bulan Suro dan Sapar sejak bertahun-tahun lalu selalu digelar masyarakat Wonokromo. "Ceritanya, warga desa saat itu mendapat banyak musibah (pageblug), sehingga agar terhindar dari penyakit dan bahaya, banyak orang memohon pertolongan dari tokoh agama setempat, Kyai Muhamad Fakih alias Kyai Welit," katanya.Ditambahkannya, warga diberi obat berupa selembar wifiq (tulisan arab di atas kertas). Wifiq tersebut dimasukkan ke dalam air tawar untuk diminum atau digunakan untuk mandi. "Karena semakin banyak orang yang meminta, wifiq tersebut dimasukkan ke dalam tempuran (pertemuan dua aliran sungai), yaitu sungai Gajah Wong dan Opak yang tepat melintas di Desa Wonokromo pada malam Rabu terakhir bulan Sapar 1837," katanya. Ia mengatakan, inti dari upacara Rebo Pungkasan adalah tolak bala dari segala penyakit dan prosesi upacara tersebut hingga sekarang berkembang menjadi atraksi pariwisata sekaligus melestarikan tradisi leluhur. (Courtesy Kompas/Antara)
Tuesday, February 24, 2009
Indonesia Jadi Tujuan Wisata Spa Terbaik Dunia
Indonesia terpilih menjadi tujuan wisata spa terbaik di dunia melalui penghargaan yang akan dianugerahkan International Wellness Awards kepada Indonesia dalam International Travel Bourse di Berlin, Jerman."Mengapa Indonesia? Sebab Indonesiamampu mempertahankan warisan budaya leluhur dikombinasikan dengan hasil riset terbaru," kata Pimpinan Selected Hotel Promotion Inc (organisasi pariwisata internasional ternama), Frank Pfaller, dalam siaran pers, Rabu (18/2). Indonesia melalui Bali telah terpilih sebagai "The Best Spa Destination in The World". Penghargaan tersebut akan diserahkan dalam rangka penyelenggaraan pameran pariwisata tahunan yang bergengsi, yaitu International Tourism Bourse (ITB) di Berlin, Jerman, awal Maret 2009."Rencananya upacara penganugerahan akan dihadiri oleh para tokoh pariwisata terkemuka dari seluruh penjuru dunia," katanya.Hal itu karena kegiatan ITB merupakan pameran terbesar yang melibatkan ribuan pelaku bisnis di dunia pariwisata internasional. Penghargaan tersebut rencananya akan diterima secara langsung oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, yang akan hadir dalam kegiatan ITB di Berlin tersebut. Bali dinilai merupakan kawasan wisata spa terbaik karena mampu memelihara kebudayaan asli leluhur, termasuk warisan raja-raja kuno. Bahkan, terminologi khas Bali dalam kaitannya dengan spa seperti boreh dan lulur telah diakui secara internasional.Pada kesempatan yang sama, Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pamecutan juga akan dianugerahi penghargaan Senses Wellness Award 2009 dari organisasi yang sama.Raja Denpasar IX juga akan menerima The Five-star-Diamond Lifetime Achievement Award yang akan diberikan oleh Presiden American Academy of Hospitality Sciences Joe Cinque atas sumbangsih dan pengabdiannya dalam hal hubungan pertukaran dan perkembangan kebudayaan internasional. "Kami mewakili masyarakat spa yang ada di Bali akan berangkat dalam acara tersebut di samping karena tahun ini Bali terpilih menjadi tujuan spa terbaik dunia," kata Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pamecutan.Ia berharap penerimaan penghargaan tersebut dapat lebih memperkenalkan pariwisata Indonesia kepada dunia internasional. Raja Denpasar IX rencananya akan berangkat dan membawa rombongan misi kebudayaan yang terdiri dari 80 raja dan sultan seluruh Indonesia yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara."Kami juga akan membawa tim kesenian Bali klasik dan kesenian dari seluruh Nusantara untuk mempromosikan adat tradisi budaya kita kepada dunia. Prinsipnya bukan Indonesia untuk pariwisata, tetapi pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia," katanya. (Courtesy Kompas/Antara)
Indonesia Berharap Pulau Komodo Masuk Tujuh Keajaiban Dunia
Setelah Candi borobudur tidak masuk dalam kategori Tujuh Keajaiban Dunia, kini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI berjuang keras agar Taman Nasional Pulau Komodo bisa masuk dalam Tujuh Keajaiban Dunia kategori taman nasional. Jika target ini tercapai, akan berdampak besar terhadap industri pariwisata, karena wisatawan mancanegara diyakini akan banyak berkunjung ke Indonesia.
Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Sapta Nirwandar mengatakan, Candi Borobudur ternyata kalah populer secara internasional, sehingga melalui suatu voting melalui internet yang diadakan New7wonder Foundation, Candi Borobudur tak masuk dalam kategori Tujuh Keajaiban Dunia. "Sekarang ada voting lagi, dan Indonesia menjagokan Taman Nasional Pulau Komodo," ujarnya, Sabtu (21/2) di Jakarta.
Data yang dihimpundari situs www.new7wonder.com menyebutkan, sebanyak 222 negara mendominasikan 261 daerah-daerah tujuan wisata, untuk memperebutkan tujuh kategori keajaiban dunia. Hingga 7 Juli 2009, voting untuk menetapkan 77 unggulan, peringkat 1-11 untuk tujuh kategori. Dari 77 diperas lagi menjadi 21 kandidat atau tiga kandidat masing-masing kategori. Setelah itu, bulan September 2009 pihak New7wonder Foundation baru ditetapkan Tujuh Keajaiban Dunia.
Hasil voting sampai tanggal 16 Februari 2009 pukul 09.37 yang dipantau di situs new7wonder.com, hari Minggu (22/2), Taman Nasional Pulau Komodo berada sementara di peringkat 13 di kategori kelompok E (forest/national park/nature reserves). Peringkat 1-12 sementara kategori ini adalah berturut-turut Puerto Princesa, Amazon, Sundarbans Forest, Tree of Life, Bialowieza Forest, Balck Forest, Retezat National Park, Dinosaur Park, Christmas Island, Eua National Park, Okawango Delta, dan El Kala National Park.
Sapta Nirwandar menjelaskan, kesadaran masyarakat dunia untuk menjadikan obyek wisata alam unggulannya terpilih sebagai Tujuh Keajaiban Dunia sudah tinggi. Di Italia, misalnya, restoran dan tempat wisata menyediakan internet gratis agar bisa mengakses situs yayasan itu untuk ikut memilih langsung.
Sedangkan di Indonesia, pihaknya akan menyosialisasi kegiatan ini melalui kegiatan musik yang akan dilakukan oleh Dwiki Dharmawan dengan orkestranya pada Mei 2009. Masyarakat yang sudah melek internet diharapkan mau berpartisipasi dan mendukung Taman Nasional Komodo masuk objek kategori Tujuh Keajaiban Dunia.
"Kalau mulai sekarang masyarakat Indonesia serentak mendukung maka Insya Allah pada Juli 2009, Komodo bisa masuk ranking 11 dunia dan September baru ditetapkan pemenangnya," jelas Sapta.
Pengamat pariwisata Ridwan Tulus yang dimintai tanggapannya, Minggu (22/2) mengatakan, pengguna internet sedikitnya ada 13 juta orang. Jika jumlah yang besar ini bisa berpartisipasi mengisi form voting, maka Taman Nasional Pulau Komodo dipastikan bisa masuk Tujuh Keajaiban Dunia kategori taman nasional.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus gencar mempromosikan dan menyosialisasikan tentang voting ini. Jika gagal masuk Tujuh Keajaiban Dunia, berarti Depbudpar gagal. Sosialisasi bisa melalui BUMN, komunitas, lembaga pendidikan, dan banyak cara lainnya, kata Ridwan Tulus, yang juga Presiden Asosiasi Wisata Jalan Kaki Asia-Pasifik. (Courtesy Kompas/Antara)
Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Sapta Nirwandar mengatakan, Candi Borobudur ternyata kalah populer secara internasional, sehingga melalui suatu voting melalui internet yang diadakan New7wonder Foundation, Candi Borobudur tak masuk dalam kategori Tujuh Keajaiban Dunia. "Sekarang ada voting lagi, dan Indonesia menjagokan Taman Nasional Pulau Komodo," ujarnya, Sabtu (21/2) di Jakarta.
Data yang dihimpundari situs www.new7wonder.com menyebutkan, sebanyak 222 negara mendominasikan 261 daerah-daerah tujuan wisata, untuk memperebutkan tujuh kategori keajaiban dunia. Hingga 7 Juli 2009, voting untuk menetapkan 77 unggulan, peringkat 1-11 untuk tujuh kategori. Dari 77 diperas lagi menjadi 21 kandidat atau tiga kandidat masing-masing kategori. Setelah itu, bulan September 2009 pihak New7wonder Foundation baru ditetapkan Tujuh Keajaiban Dunia.
Hasil voting sampai tanggal 16 Februari 2009 pukul 09.37 yang dipantau di situs new7wonder.com, hari Minggu (22/2), Taman Nasional Pulau Komodo berada sementara di peringkat 13 di kategori kelompok E (forest/national park/nature reserves). Peringkat 1-12 sementara kategori ini adalah berturut-turut Puerto Princesa, Amazon, Sundarbans Forest, Tree of Life, Bialowieza Forest, Balck Forest, Retezat National Park, Dinosaur Park, Christmas Island, Eua National Park, Okawango Delta, dan El Kala National Park.
Sapta Nirwandar menjelaskan, kesadaran masyarakat dunia untuk menjadikan obyek wisata alam unggulannya terpilih sebagai Tujuh Keajaiban Dunia sudah tinggi. Di Italia, misalnya, restoran dan tempat wisata menyediakan internet gratis agar bisa mengakses situs yayasan itu untuk ikut memilih langsung.
Sedangkan di Indonesia, pihaknya akan menyosialisasi kegiatan ini melalui kegiatan musik yang akan dilakukan oleh Dwiki Dharmawan dengan orkestranya pada Mei 2009. Masyarakat yang sudah melek internet diharapkan mau berpartisipasi dan mendukung Taman Nasional Komodo masuk objek kategori Tujuh Keajaiban Dunia.
"Kalau mulai sekarang masyarakat Indonesia serentak mendukung maka Insya Allah pada Juli 2009, Komodo bisa masuk ranking 11 dunia dan September baru ditetapkan pemenangnya," jelas Sapta.
Pengamat pariwisata Ridwan Tulus yang dimintai tanggapannya, Minggu (22/2) mengatakan, pengguna internet sedikitnya ada 13 juta orang. Jika jumlah yang besar ini bisa berpartisipasi mengisi form voting, maka Taman Nasional Pulau Komodo dipastikan bisa masuk Tujuh Keajaiban Dunia kategori taman nasional.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata harus gencar mempromosikan dan menyosialisasikan tentang voting ini. Jika gagal masuk Tujuh Keajaiban Dunia, berarti Depbudpar gagal. Sosialisasi bisa melalui BUMN, komunitas, lembaga pendidikan, dan banyak cara lainnya, kata Ridwan Tulus, yang juga Presiden Asosiasi Wisata Jalan Kaki Asia-Pasifik. (Courtesy Kompas/Antara)
Banyak Cara Menikmati Sungai Mahakam
SIAPA tak tahu Sungai Mahakam? Berkunjung ke Provinsi Kalimantan Timur, kita akan disuguhi hamparan sungai yang membelah provinsi beribu kota Samarinda itu.Sungai Mahakam merupakan sungai terbesar yang membelah Provinsi Kalimantan Timur. Alur sungai ini sebagian besar mengitari wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Samarinda.Bagian hulu sungai ini melintasi Kabupaten Kutai Barat, sementara bagian hilirnya melintasi Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda. Sungai Mahakam bisa dikatakan menjadi jantung kehidupan bagi sebagian besar masyarakat Kalimantan Timur. Banyak cara menikmati Mahakam! Mau tahu?Di Samarinda, tepian Sungai Mahakam dimanfaatkan sebagai area publik yang menjadi tempat bersantai, khususnya pada sore hari. Pemerintah daerah setempat sudah menata sedemikian rupa sehingga masyarakat tampak nyaman berada di tempat itu.Menjelang sore hari, kita akan melihat puluhan pedagang membuka lapak-lapak makanan dan minuman, berikut tempat duduk untuk bersantai. Persewaan mainan pun tersedia bagi mereka yang ingin memanjakan anak-anaknya. Makanan yang dijajakan, sebenarnya tak terlalu banyak, seperti bakso, mie ayam, nasi goreng, mie goreng, dan jagung bakar. Tapi, suasana menjadi salah satu hal yang dijual di kawasan itu.Menjelang matahari terbenam, kawasan tepian Mahakam akan semakin ramai dikunjungi. Sebab, menikmati senja di tepian menjadi daya tarik tersendiri. Bagi yang ingin menikmati suasana lain, beberapa rumah makan yang terletak di kawasan perbukitan juga menawarkan keeksotisan sebuah sungai yang bisa dinikmati dari ketinggian.Di kawasan tepian kota ini, kita juga bisa menemukan sentra penjualan amplang dan oleh-oleh khas Kalimantan Timur, juga puluhan penjual telur penyu. Telur penyu, konon berkhasiat mengobati berbagai jenis penyakit.Di Kota Tenggarong, Sungai Mahakam juga bisa dinikmati dari sebuah pulau yang berada ditengah sungai yang melintasi kota tersebut. Pulau itu adalah Pulau Kumala, yang telah dikelola menjadi sebuah taman wisata. Beragam wahana bisa dinikmati dengan tiket masuk yang sangat terjangkau. Sungai Mahakam sebagai Jantung TransportasiBeberapa wilayah di Kalimantan Timur hanya dapat dilalui dengan menggunakan transportasi sungai. Bahkan, transportasi sungai masih menjadi andalan bagi pengangkutan barang di Kalimantan Timur. Panjang sungai ini mencapai 920 km. Beberapa anak sungai yang bermuara di Sungai Mahakam di antaranya Sungai Tenggarong, Sungai Belayan dan Sungai Lawa.Menyusuri tepian Sungai Mahakam, kita akan menemukan berbagai aktivitas sosial masyarakat yang wilayahnya dilintasi sungai tersebut. Aktivitas tersebut misalnya pemanfaatan sungai sebagai sarana transportasi untuk angkutan penumpang dan barang, serta hasil bumi yang diperdagangkan antarpulau dan diekspor ke berbagai negara, aktivitas nelayan pencari ikan, dan kegiatan jual beli ikan hasil tangkapan.Sebagian besar daerah hulu Sungai Mahakam hanya dapat dijangkau dengan menggunakan ketinting atau perahu motor, juga taksi air (kapal) jarak jauh. Pelabuhan Mahakam Hulu, menjadi titik keberangkatan kapal motor jarak jauh menuju sejumlah daerah di antaranya Melak, Long Iram, Long Bagun yang jarak tempuhnya antara satu hingga dua hari.So, Anda tinggal memilih, ingin menikmati suasana Mahakam, atau malah ingin menyusurinya dari hulu ke hilir....(Couresy Kompas/Antara)
Berwisata ke Kampung Budaya Sindangbarang
BOSAN mengisi liburan akhir pekan di Jakarta? Sebuah kompleks wisata budaya Sunda Bogor yang dikenal dengan Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) menawarkan suasana lain. Kita bisa tinggal di dalam rumah-rumah bergaya arsitektur tradisional Sunda di lereng timur Gunung Salak, tepatnya di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Dengan luas lahan 8.600 meter persegi, di kompleks KBS saat ini ada 28 bangunan. Dahulu, dalam sebuah kampung adat Sunda, bangunan-bangunan itu untuk dihuni dan digunakan pupuhu (kepala adat), panggiwa (pembantu ahli pupuhu), beserta kokolot (para tokoh adat). Tamu yang menginap di sana dapat berinteraksi dan mengikuti irama kegiatan penduduk setempat, sementara uang sewa dari rumah-rumah itu dikelola komunitas tersebut untuk memelihara lingkungan mereka.Berdasarkan data yang dimiliki komunitas pemerhati budaya Sunda, Bogor, dan Kampung Budaya Sindangbarang, tercatat ada 78 lokasi situs sejarah Pakuan Sindangbarang di desa tersebut. Situs itu, antara lain, berupa mata air Jalatunda, Taman Sri Bagenda, punden Majusi, bukit kecil berundak, punden Surawisesa, punden Leuweung Karamat, batu tapak, menhir, dan dolmen. Situs-situs tersebut kini berada di tengah perkampungan penduduk, persawahan, atau lahan yang dikeramatkan. Ada juga kemungkinan sebagian situs rusak dan hilang. Ini adalah kampung adat ke-20 yang ada di Jawa Barat.Menurut Pupuhu (Kepala Adat) Kampung Budaya Sindangbarang Achmad Mikami Sumawijaya, setelah terputus lebih dari 32 tahun, tradisi adat yang menjadi daya tarik wisata kini mulai rutin digelar, di antaranya Seren Taun yang telah digelar untuk keempatkalinya. (Courtesy Kompas/Antara)
Pulau Kumala, Uniknya Pulau di Tengah Sungai
SIAPA yang tak mengenal kisah cinta Siti Nurbaya dan Samsul Bahri yang berakhir tragis? Pada era 1990-an, kisah cinta keduanya menjadi tontonan favorit di Televisi Republik Indonesia (TVRI). Tua muda, lelaki perempuan, pejabat, hingga kalangan papa menikmati film ini sebagai bagian sejarah dan budaya dari Indonesia. Cinta dari kedua insan ini disanjung sedemikian rupa karena tetap kukuh meski tentangan dari orang tua maupun upaya Datuk Maringgih merebut hati Siti Nurbaya sangat besar.Kisah inilah yang berputar ketika menghampiri makam Siti Nurbaya di dalam kawasan taman yang dinamai dengan nama tokoh utamanya. Makam yang sudah dilapisi semen ini menyimpan sejuta kenangan tentang cinta sejati. Menurut keterangan masyarakat setempat, konon sekitar 10 meter di tebing di bawah makam Siti Nurbaya terletak makam Samsul Bahri. Namun, keberadaannya masih belum dipastikan setelah terjadi longsor pada awal 2008. Makam Siti Nurbaya dapat dicapai setelah menempuh perjalanan menaiki anak tangga sepanjang 1 kilometer. Kondisi tangga baik karena sudah disemen. Namun, karena menanjak, maka perjalanan cukup menghabiskan banyak tenaga. Oleh karena itu, membawa bekal makanan dan minuman penting untuk diperhatikan. Setelah berjalan sekitar setengah jam, pengunjung akan menemui pintu masuk menuju makam Siti Nurbaya. Makamnya terletak di balik bebatuan besar dengan diameter sekitar tiga meter yang membentuk celah kecil sebagai pintu masuk. Di kawasan makam ini, pengunjung dilarang berfoto-foto atau mengabadikan bentuk makam. Konon katanya, aktivitas tersebut dapat berakibat buruk bagi si pengunjung.Keluar dari makam Siti Nurbaya dan menaiki kembali anak tangga sepanjang 100 meter, pengunjung menemui sebuah taman yang sangat indah dengan pepohonan yang rindang dan bangku dari semen. Taman ini merupakan puncak bukit yang disebut Gunung Padang dan dari sini, pengunjung dapat melihat dengan jelas pemandangan Kota Padang serta laut yang membentang di sisinya. Di sisi kiri, pengunjung dapat melihat kota Padang dan perbatasannya dengan laut sedangkan di sisi kanan, pemandangan laut yang membentang luas terlihat jelas.Selain itu, terdapat pula beberapa pondok untuk bersantai atau menikmati bekal makan siang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Udara sejuk menambah kuat alasan untuk betah berlama-lama di tempat ini.Taman Siti Nurbaya merupakan salah satu kawasan wisata yang terletak di sebelah barat Kota Padang. Hanya perlu waktu kurang dari setengah jam untuk mencapai kawasan ini. Sekitar 500 meter dari kawasan ini, pengunjung terlebih dahulu akan melintasi Jembatan Siti Nurbaya. Jembatan yang melintang di atas Sungai Batang Arau ini berwarna merah hati dengan banyak lampu jalan menyerupai balon. Jembatan ini menghubungkan akses menuju kawasan Taman Siti Nurbaya dengan terusan Jalan Nipah.Untuk masuk kawasan wisata ini, pengunjung diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp 2.000 per orang. Di awal-awal perjalanan, terdapat pula meriam-meriam tua sebagai sisa peninggalan penjajahan di masa lampau. (Courtesy Kompas/Antara)
Monday, February 16, 2009
Pulau Kemaro Nan Melegenda
KAWASAN Pulau Kemaro (Kemarau) di hilir Sungai Musi di Palembang menjelang tengah malam, Sabtu (7/2), mendadak dipenuhi puluhan ribu orang -- umumnya warga keturunan Tionghoa -- dari berbagai daerah dan negara.Puluhan ribu warga berbagai bangsa dan dari sejumlah daerah itu berduyun-duyun mendatangi pulau seluas sekitar lima hektar yang menyimpan legenda cinta pangeran asal Tiongkok dengan putri Raja Palembang itu untuk merayakan Cap Go Meh --bagian ritual tradisi Tahun Baru Imlek-- setiap tahun sekali.Kedatangan warga bergelombang dan mencapai puncaknya pada Sabtu menjelang tengah malam. Semuanya bertujuan untuk berada di pulau itu, saat puncak perayaan Cap Go Meh 2560, dengan sejumlah ritual menyertainya, seperti menyembelih kambing warna hitam di depan gundukan tanah yang dipercayai sebagai makam Siti Fatimah -- putri Raja Palembang yang dalam legenda terjun ke sungai itu, untuk menyusul pangeran asal Tiongkok yang lebih dulu terjun ke Sungai Musi itu.Kemeriahan Cap Go Meh di Pulau Kemaro makin terasa dengan berbagai pertunjukkan khas, seperti barongsai, wayang orang China dan seni tradisional etsnis Tionghoa, Liong.Pengunjung yang datang antara lain dari beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura serta RRC dan beberapa negara lain, serta dari sejumlah provinsi di Indonesia, tempat warga etnis Tionghoa penganut kepercayaan leluhur Tri Dharma serta pelestari tradisi Cap Go Meh.Bagi masyarakat keturunan Tionghoa, dalam tradisi mereka selalu merayakan Tahun Baru Imlek dengan perayaan Cap Go Meh (Sincia) atau perayaan mengakhiri hari ke-15 bulan pertama Imlek itu. Keberadaan pulau yang dinilai eksotis itu--dengan keberadaan dua makam di atasnya serta kelenten di sana--juga menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang cukup tinggi di Kota Palembang itu.Pulau Kemaro dinilai sangat potensial menjaring wisatawan mancanegara dan nusantara. Potensi besar itu, setidaknya terlihat setiap kali perayaan Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh, dengan kedatangan wisatawan dari berbagai daerah dan negara yang terus berduyun-duyun mendatangi Pulau yang membelah aliran sungai dengan membentuk sebuah delta itu.Pulau Kemaro sampai saat ini menjadi tempat ritual warga etnis Tionghoa dari berbagai daerah dan mancanegara, sehingga hampir dipastikan mereka akan mendatangi pulau itu secara rutin terutama saat Imlek dan Cap Go Meh setiap tahunnya.Apalagi di pulau itu terdapat kelenteng terkenal serta makam yang dipercayai sebagai makam Tan Bun An (pangeran asal Tiongkok) dan Siti Fatimah (puteri Raja Palembang), dengan legenda cinta sejati antara dua bangsa dan budaya besar pada zaman dahulu.Panitia perayaan Cap Goh Meh atau 15 hari setelah Tahun Baru Imlek di Pulau Kemaro melakukan berbagai persiapan untuk melaksanakan ritual di pulau itu, mengingat akan didatangi ribuan keturunan China dari berbagai daerah dan sejumlah negara.Salah seorang panitia perayaan Cap Goh Meh itu, Johny Prima, mengatakan saat ini mereka sedang melakukan berbagai persiapan untuk melakukan penutupan perayaan Tahun Baru Imlek atau Cap Goh Meh.Ritual perayaan Cap Goh Meh selama ini, dipusatkan di Pulau Kemaro yang terdapat salah satu keleteng tertua di Kota Palembang dan makam Siti Fatimah yang menjadi salah satu legenda bagi warga etnis Tionghoa.Menurut Johny, puncak ritual perayaan Cap Goh Meh dilaksanakan pada Sabtu malam, diisi dengan sembahyang dan ritual lain memuja Yang Maha Kuasa."Setiap perayaan Cap Goh Meh, ratusan ribu warga keturunan China dari berbagai kota di Indonesia bahkan dari Singapura, Malaysia dan RRC juga bersembahnyang dan berziarah ke Pulau Kemaro," ujar dia lagi.Ia menyatakan, untuk menyambut kedatangan ribuan warga etnis Tionghoa tersebut, panitia perayaan Cap Goh Meh telah mempersiapkan berbagai fasilitas menuju Pulau Kemaro, terutama dukungan sarana transportasi menuju pulau yang berada di tengah Sungai Musi itu.Transportasi dari Pasar 16 Ilir disiapkan kapal tongkang yang didesain khusus untuk perayaan hari besar China itu, dan pemasangan jembatan dari eks Pabrik Intirub, sehingga jemaat yang ingin beribadat di Pulau Kemaro dapat melalui jalur darat, kata dia.Legenda CintaPerayaan Cap Goh Meh terasa semarak di Pulau Kemaro mengingat kawasan tersebut menjadi legenda bagi warga keturunan Tionghoa. Dalam legenda itu, pada zaman dahulu terdapat seorang anak raja dari Negeri China yang ingin mempersunting putri asli Palembang.Percintaan mereka berakhir tragis, menyusul putra Raja China yang bernama Tan Bun Ann tersebut meninggal dunia setelah mengetahui guci yang dibawa prajurit dari tanah Tiongkok yang dibuangnya (guci untuk persembahan pinangan, semula dianggap tidak berisi apa-apa) ke dasar Sungai Musi ternyata berisi emas.Selanjutnya putri asli Palembang pun ikut menceburkan diri ke sungai, dan sampai kini legenda tersebut masih diyakini etnis Tionghoa, ujar dia. Menurut legenda itu, dipercayai bahwa Pulau Kemaro yang menyembul keluar adalah kubur dari dua orang yang menceburkan diri itu.Johny Prima mengatakan, sampai saat ini ratusan ribu warga keturunan Tionghoa setiap tahunnya pada perayaan Cap Goh Meh, terus mendatangi pulau tersebut untuk beribadat dan berziarah.Puncaknya terjadi pada tengah malam hari ke-15 Tahun Baru Imlek, tetapi sebelumnya dan sehari sesudah perayaan tersebut, warga terus berdatangan secara bergantian. Hingga kini pulau yang menurut cerita berupa gundukan tanah yang muncul dari Sungai Musi dan dianggap sebagai makam puteri dan pangeran serta para dayangnya, terus dirawat oleh pengelola dan penjaga pulau itu.Dalam legendanya, Pangeran Tiongkok Tan Bun An hendak melamar Sang Putri Raja Palembang (Siti Fatimah). Kaisar Tiongkok pun mengirim mas kawin (mahar) dalam sembilan guci berisi emas batangan untuk melamarnya.Pada bagian atas guci itu, untuk mengelabui para bajak laut dalam perjalanan saat itu yang penuh marabahaya, ditutupi dengan sayuran. Namun sesampai di muara Sungai Musi, Pangeran Tiongkok mengetahui bahwa guci itu hanya berisi sayuran, menjadi malu. Satu per satu guci tersebut diceburkan ke Sungai Musi.Tapi saat guci terakhir yang pecah sebelum tercebur ke sungai, justru berhamburan emas batangan dari dalamnya. Pangeran pun kaget dan berupaya mencari untuk mengambil guci yang telah masuk sungai. Namun pangeran itu bersama pengawalnya tak pernah muncul ke permukaan air lagi.Peristiwa itu membuat putri Siti Fatimah menjadi sedih dan berputus asa, sehingga bersama dayangnya juga menceburkan diri ke sungai untuk bertemu pangerannya. Legenda cinta sejati itu turun temurun dikisahkan dan terkenal sampai sekarang.Objek Wisata UnggulanPemda Kota Palembang melalui Dinas Pariwisata setempat, diharapkan terus menjaga keberadaan Pulau Kemaro itu dan memberikan dukungan fasilitas yang diperlukan, sehingga wisatawan yang datang menjadi nyaman, aman dan benar-benar terkesan setelah mendatanginya.Apalagi Provinsi Sumsel pada tahun 2009 ini bertekad terus melanjutkan Program Visit Musi 2009--program andalan promosi wisata dengan menjual berbagai potensi objek wisata unggulan di Sumsel, termasuk Pulau Kemaro--sehingga bisa mendatangkan sedikitnya dua juta wisatawan ke daerah ini.Walikota Palembang, Eddy Santana Putra, menegaskan bahwa pemda setempat akan terus menjaga, memelihara dan mengembangkan sekaligus mempromosikan objek wisata andalan di daerahnya itu. Pemda setempat juga telah bertekad untuk mewujudkan Palembang sebagai Kota Internasional yang Berbudaya dan Religius 2013.Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) juga melirik wisatawan dari Singapura dan Malaysia untuk berkunjung ke provinsi itu mengingat kedua negara tersebut mempunyai ikatan emosional dengan daerah ini."Sasaran promosi kita ke negara yang lebih dekat dulu yakni Singapura dan Malaysia, kedua negara itu mempunyai ikatan emosional dengan Sumsel," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Euis Rosmiati.Menurut dia, selain ikatan emosional dengan Sumsel, negara itu juga memiliki kedekatan budaya dan lainnya. Jadi, sasaran promosi wisata Sumsel ke negara yang lebih dekat dulu seperti ke Singapura dan Malaysia, baru selanjutnya ke negara-negara yang jauh, katanya.Ia menyatakan, banyak yang bisa dilihat di Sumsel seperti wisata belanja songket yang memang kualitasnya baik, wisata kuliner, dan masih banyak lagi objek wisata yang bisa dikunjungi di daerah ini.Sejumlah objek wisata di Palembang antara lain Bukit Siguntang, Pulau Kemarau/Kemaro, Museum Bala Putra Dewa, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, dan Benteng Kuto Besak serta lainnya. Ia mengatakan, pada tahun 2009 pihaknya akan terus berusaha meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut."Visit Musi 2008" akan tetap berlanjut di tahun 2009 begitu pula di tahun-tahun selanjutnya, kata dia."Kami akan tetap mempertahankan dan meningkatkan apa-apa yang telah diraih di tahun 2008 dan apa yang belum dilaksanakan akan dilaksanakan pada tahun 2009," ujar dia lagi.Pihaknya juga akan membenahi sejumlah objek wisata yang ada agar semakin memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara, seperti halnya keberadaan Pulau Kemaro dengan legenda yang dipercayai turun temurun oleh warga keturunan Tionghoa di mancanegara itu.Potensi wisata alam, adat dan tradisi serta ziarah di Kota Palembang maupun Provinsi Sumsel mestilah mendapatkan sentuhan yang baik, agar benar-benar menjadi magnet siapapun untuk datang berkunjung ke daerah ini, tanpa bosan-bosannya. (Courtesy Kompas/Antara)
Labels:
Pulau Kemaro Nan Melegenda
Wisata Orangutan Sedot Ribuan Turis Asing
Obyek wisata Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, yang mengandalkan habitat alami orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) mampu menarik ribuan turis asing dalam setahun."Tiap tahun sekitar 2.000 turis asing selalu datang hanya untuk menikmati keindahan alam, lokasi hidup orangutan dalam hutan itu," kata Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Provinsi Kalteng, Sadar Ardi, di Palangkaraya, Selasa (30/12).Menurut dia, wisata orangutan merupakan obyek wisata andalan Kalimantan Tengah dalam memacu jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan luar negeri ke daerah itu.Angka kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara tiap tahun ditargetkan meningkat sekitar 20 persen dengan menawarkan obyek-obyek wisata andalan setempat.Khusus untuk menggenjot jumlah wisatawan mancanegara dengan menawarkan obyek wisata orangutan, pihaknya membidik wisatawan dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris, dan Australia. "Tahun lalu wisatawan dari keempat negara itu merupakan yang terbanyak dari total kunjungan ke Taman Nasional Tanjung Puting sebanyak 1.612 orang dari sedikitnya 21 negara," ujarnya.Sementara itu, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Provinsi Kalteng, Nova Veralina, menyatakan, melonjaknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara berdampak pada peningkatan penerimaan daerah."Penerimaan daerah dari Taman Nasional Tanjung Puting, sebagian besar didongkrak dengan kunjungan wisatawan mancanegara. Dari penerimaan Rp 142 juta per tahun, sekitar Rp 134 juta berasal dari wisatawan mancanegara," katanya.Minim promosiKonsultan pengembangan pariwisata, Dr Ing Pratiwo, sebelumnya mengatakan bahwa perkembangan sektor pariwisata di Kalteng relatif stagnan dan kurang laku disebabkan kurangnya promosi meski potensi dan nilai jualnya cukup menjanjikan."Selama ini sisi promosi untuk mengetahui informasi pariwisata di Kalteng sangat minim. Seharusnya wisatawan sudah tahu tentang Kalteng dan pariwisatanya sejak di Jakarta," katanya.Selain kurangnya promosi, pariwisata di Kalteng selama ini kurang berkembang karena keterbatasan sarana dan prasarana pendukung ,seperti akses transportasi dan penginapan yang memadai. Saat ini sejumlah infrastruktur, seperti jalan penghubung dan hotel, bahkan baru mulai dibangun untuk mendukung promosi pariwisata."Pengembangan infrastruktur itu harus mulai dikaitkan dengan konsep pariwisata untuk mendukung Kalteng sebagai kawasan ekowisata," jelasnya. (Courtesy Kompas/Antara)
Orangutan di Sungai Rungan, Kenangan...
Beberapa orangutan berdiam di pohon melintang di atas Sungai Rungan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Mata binatang itu penuh selidik memandang kami walau tak lama kemudian berlalu dengan cuek. Dari atas kapal kayu, kami buru-buru mengambil kamera, membidik. Wajah purba Kalimantan itu pun kami simpan dalam memori kamera.
Sungai ibarat masa lalu Kalimantan, sedangkan jalan adalah masa kini dan masa depan pulau itu. Masa depan yang suram.
Sembilan hari menyusuri jalan darat Trans-Kalimantan dari Nunukan, Kalimantan Timur, hingga Palangkaraya, kami tak lagi menyaksikan wajah lama Kalimantan, yang sering digambarkan sebagai rimba raya dengan aneka satwa. Di sepanjang jalan darat itu, hutan telah dibabat habis diganti dengan ladang sawit.
Maka, setiba di Palangkaraya, Tim Jelajah Kalimantan 2009 memutuskan beristirahat sejenak, menghirup bau hutan dan melihat geliat kehidupan di sungai. Dengan perahu kayu, The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat berukuran 20 meter x 6 meter, kami menyusuri sungai menuju Pulau Kaja. Pulau itu di tengah-tengah Sungai Rungan, anak Sungai Kahayan, tempat tinggal sekawanan orangutan.
Satwa yang menjadi ikon Kalimantan itu sengaja ditempatkan di Pulau Kaja sebagai pulau persinggahan untuk adaptasi sebelum dilepasliarkan di hutan. Orangutan cuek terhadap kedatangan kami, mudah diartikan sebagai belum siapnya mereka dikembalikan ke habitatnya. Mereka yang sudah liar dan menghindar dari manusia —predator utama mereka—siap dilepas.
Selain melihat orangutan, mata pelancong juga dimanjakan hijaunya alam Kalteng dengan kehidupan masyarakat setempat. Di tepi sungai, di Kampung Dayak Sei Gohong, misalnya, ramai pengangkutan karet dari perahu ke truk untuk dibawa ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Kami juga kerap berpapasan dengan belasan perahu kayu. Di sungai ini, transportasi sungai masih memperlihatkan geliatnya. Ketika hari menjelang senja, terlihat belasan orang memancing di tepi sungai. Kami pun saling bertukar salam dengan melambaikan tangan.
Penjelajahan Sungai Rungan sangat kami nikmati. Inilah penawar letih setelah berhari-hari dibanting-banting di Jalan Lintas Selatan Trans-Kalimantan. Air sungai yang tak bergejolak membuat perahu meluncur tenang seolah melaju di jalan tol.
Namun, harga untuk menikmati potret masa lalu Kalimantan itu tak murah. Untuk menyusuri Sungai Rungan dengan The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat selama dua jam, pelancong harus merogoh Rp 400.000 per orang. Namun, jika ingin berkelana lebih bebas, perahu dapat disewa seharga Rp 5,8 juta per hari (turis domestik) atau 1.200 dollar AS untuk turis mancanegara.
Operator kapal juga menawarkan paket sewa perahu selama 5 hari 4 malam atau 3 hari 2 malam. Paket sewa perahu ditunjang fasilitas kapal yang cukup nyaman, yakni lima kamar yang dilengkapi toilet dan pancuran mandi. Pelancong pun diajak singgah di kampung-kampung Dayak di hulu sungai.
Dengan harga sewa yang lumayan mahal untuk ukuran kocek Indonesia, umumnya, penyewa Rahai’i Pangun berasal dari Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Inggris, dan Belanda. Namun, pelancong yang ingin berhemat tetap saja bisa menikmati jalur yang sama karena selain menggunakan The Rahai’i Pangun itu, siapa pun bisa menyewa perahu-perahu kecil milik warga dengan harga yang jauh lebih murah meriah, yaitu sebesar Rp 150.000-250.000 untuk waktu dua jam hingga empat jam.
Dua perempuan Inggris
Wisata berperahu menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Rungan mulai hidup dua tahun ini atas inisiatif dua perempuan Inggris, Lorna Dawson-Collins dan Gaye Thavisin.
Lorna dan Gaye memilih angkutan wisata sungai karena infrastruktur jalan sering kali rusak. Mereka yakin jalur wisata yang bertumpu pada jalan darat akan mati. Lagi pula, tiada nilai jual dari wisata berbasis jalan di pulau yang datar ini sebab tiada pemandangan spektakuler.
Lorna memang telah jatuh hati dengan Kalimantan sehingga membuka paket wisata itu. Dia fasih berbahasa Indonesia dan telah bermukim di Palangkaraya sejak tahun 1996. Ketika itu, Lorna berkiprah di LSM Lembaga Pengembangan Masyarakat yang Berlanjut.
Keinginannya membuka paket wisata, menurut Lorna, tak semata untuk meraup keuntungan, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dengan ekowisata. Pemasukan dari wisata diharapkan Lorna mendorong masyarakat untuk melestarikan hutan yang tersisa, termasuk mengendalikan penangkapan satwa.
Selain itu, tambah Lorna, 25 persen dari keuntungan bisnis ekowisata menggunakan kapal Rahai’i Pangun akan dijadikan dana mikrokredit untuk memberdayakan ekonomi masyarakat daerah setempat.
Impian Lorna dan Gaye ini menjadi oase di tengah obsesi Pemerintah Indonesia dan sejumlah elite pengusaha yang sibuk dengan mimpi-mimpi mengubah hutan menjadi ladang sawit dan menggantikan sungai serta kanal-kanal yang dibangun sejak ratusan tahun lalu dengan jalan raya.
Lorna dan Gaye sepertinya harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpi mereka karena sungai-sungai di Kalimantan saat ini semakin menyusut saat kemarau dan banjir saat musim hujan. Apalagi limbah dari tambang liar terus mencemari sungai-sungai itu. (Courtesy Kompas/Antara)
Sungai ibarat masa lalu Kalimantan, sedangkan jalan adalah masa kini dan masa depan pulau itu. Masa depan yang suram.
Sembilan hari menyusuri jalan darat Trans-Kalimantan dari Nunukan, Kalimantan Timur, hingga Palangkaraya, kami tak lagi menyaksikan wajah lama Kalimantan, yang sering digambarkan sebagai rimba raya dengan aneka satwa. Di sepanjang jalan darat itu, hutan telah dibabat habis diganti dengan ladang sawit.
Maka, setiba di Palangkaraya, Tim Jelajah Kalimantan 2009 memutuskan beristirahat sejenak, menghirup bau hutan dan melihat geliat kehidupan di sungai. Dengan perahu kayu, The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat berukuran 20 meter x 6 meter, kami menyusuri sungai menuju Pulau Kaja. Pulau itu di tengah-tengah Sungai Rungan, anak Sungai Kahayan, tempat tinggal sekawanan orangutan.
Satwa yang menjadi ikon Kalimantan itu sengaja ditempatkan di Pulau Kaja sebagai pulau persinggahan untuk adaptasi sebelum dilepasliarkan di hutan. Orangutan cuek terhadap kedatangan kami, mudah diartikan sebagai belum siapnya mereka dikembalikan ke habitatnya. Mereka yang sudah liar dan menghindar dari manusia —predator utama mereka—siap dilepas.
Selain melihat orangutan, mata pelancong juga dimanjakan hijaunya alam Kalteng dengan kehidupan masyarakat setempat. Di tepi sungai, di Kampung Dayak Sei Gohong, misalnya, ramai pengangkutan karet dari perahu ke truk untuk dibawa ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Kami juga kerap berpapasan dengan belasan perahu kayu. Di sungai ini, transportasi sungai masih memperlihatkan geliatnya. Ketika hari menjelang senja, terlihat belasan orang memancing di tepi sungai. Kami pun saling bertukar salam dengan melambaikan tangan.
Penjelajahan Sungai Rungan sangat kami nikmati. Inilah penawar letih setelah berhari-hari dibanting-banting di Jalan Lintas Selatan Trans-Kalimantan. Air sungai yang tak bergejolak membuat perahu meluncur tenang seolah melaju di jalan tol.
Namun, harga untuk menikmati potret masa lalu Kalimantan itu tak murah. Untuk menyusuri Sungai Rungan dengan The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat selama dua jam, pelancong harus merogoh Rp 400.000 per orang. Namun, jika ingin berkelana lebih bebas, perahu dapat disewa seharga Rp 5,8 juta per hari (turis domestik) atau 1.200 dollar AS untuk turis mancanegara.
Operator kapal juga menawarkan paket sewa perahu selama 5 hari 4 malam atau 3 hari 2 malam. Paket sewa perahu ditunjang fasilitas kapal yang cukup nyaman, yakni lima kamar yang dilengkapi toilet dan pancuran mandi. Pelancong pun diajak singgah di kampung-kampung Dayak di hulu sungai.
Dengan harga sewa yang lumayan mahal untuk ukuran kocek Indonesia, umumnya, penyewa Rahai’i Pangun berasal dari Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Inggris, dan Belanda. Namun, pelancong yang ingin berhemat tetap saja bisa menikmati jalur yang sama karena selain menggunakan The Rahai’i Pangun itu, siapa pun bisa menyewa perahu-perahu kecil milik warga dengan harga yang jauh lebih murah meriah, yaitu sebesar Rp 150.000-250.000 untuk waktu dua jam hingga empat jam.
Dua perempuan Inggris
Wisata berperahu menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Rungan mulai hidup dua tahun ini atas inisiatif dua perempuan Inggris, Lorna Dawson-Collins dan Gaye Thavisin.
Lorna dan Gaye memilih angkutan wisata sungai karena infrastruktur jalan sering kali rusak. Mereka yakin jalur wisata yang bertumpu pada jalan darat akan mati. Lagi pula, tiada nilai jual dari wisata berbasis jalan di pulau yang datar ini sebab tiada pemandangan spektakuler.
Lorna memang telah jatuh hati dengan Kalimantan sehingga membuka paket wisata itu. Dia fasih berbahasa Indonesia dan telah bermukim di Palangkaraya sejak tahun 1996. Ketika itu, Lorna berkiprah di LSM Lembaga Pengembangan Masyarakat yang Berlanjut.
Keinginannya membuka paket wisata, menurut Lorna, tak semata untuk meraup keuntungan, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dengan ekowisata. Pemasukan dari wisata diharapkan Lorna mendorong masyarakat untuk melestarikan hutan yang tersisa, termasuk mengendalikan penangkapan satwa.
Selain itu, tambah Lorna, 25 persen dari keuntungan bisnis ekowisata menggunakan kapal Rahai’i Pangun akan dijadikan dana mikrokredit untuk memberdayakan ekonomi masyarakat daerah setempat.
Impian Lorna dan Gaye ini menjadi oase di tengah obsesi Pemerintah Indonesia dan sejumlah elite pengusaha yang sibuk dengan mimpi-mimpi mengubah hutan menjadi ladang sawit dan menggantikan sungai serta kanal-kanal yang dibangun sejak ratusan tahun lalu dengan jalan raya.
Lorna dan Gaye sepertinya harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpi mereka karena sungai-sungai di Kalimantan saat ini semakin menyusut saat kemarau dan banjir saat musim hujan. Apalagi limbah dari tambang liar terus mencemari sungai-sungai itu. (Courtesy Kompas/Antara)
Labels:
Kenangan...,
Orangutan di Sungai Rungan
Saturday, February 7, 2009
Wisata Belanja Batik “KAUMAN’
Batik adalah salah satu warisan budaya tradisional Indonesia. Salah satu kota yang memiliki warisan budaya ini adalah kota Solo, sampai sampai ada satu daerah di Solo yang disebut “Kampung Batik Kauman”. Kampung Batik Kauman terletak di tengah kota Solo berdekatan dengan pusat Keraton Kasunanan Surakarta, yaitu Alun –Alun Keraton dan juga berdekatan dengan Masjid Agung Solo.
Dalam perkembangannya, Kauman juga dikenal sebagai Kampung Santri sebagai pengaruh dari keberadaan pesantren Mamba’ul Ulum pada masa kepemimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono X. Sebagai pusat dakwah, kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin dilaksanakan dan juga sebagai daerah yang berdekatan dengan keraton, penduduk sekitarnya dibekali keterampilan membatik yang diajarkan oleh pihak Keraton. Pada awalnya batik buatan para abdi dalem tersebut hanya boleh digunakan bagi kaum ningrat Keraton tapi dengan berjalannya waktu, kain batik menjadi budaya atau identitas rakyat Solo. Saat ini Batik sudah menjadi salah satu industri yang mendorong perekonomian rakyat Solo. Keberadaan sentra industry batik Kauman dan Pasar Laweyan menjadi nilai jual di bidang wisata budaya.
Di Solo ada dua komunitas besar yang bergelut dengan batik, Kampoeng Batik Laweyan & Kampoeng Wisata Batik Kauman, kemudian ada tiga besar saudagar batik besar: Semar, Danarhadi dan Keris, sementara masih banyak lagi pengusaha batik yang tersebar dikota Solo baik itu yang menengah atau yang home industry
Sekitar tahun 1850-an kain batik menjadi pakaian wajib bagi masyarakat Jawa pada khususnya, oleh sebab itu permintaan kain batik melonjak sehingga produksi batik pun otomatis juga meningkat. Pada akhirnya batik menjadi suatu industri rumahan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Sehingga banyak diantaranya menjadi juragan atau saudagar Batik dan merekapun mampu mendirikan bangunan rumah – rumah yang megah dan indah.
Rumah – rumah milik pedagang batik ini yang berbentuk Jawa tradisional dipengaruhi oleh konsep arsitektur Belanda, jadi sampai saat ini pun rumau-rumah tersebut masih dapat dinikmati keindahannya. Rumah – rumah ini disebut Rumah Indies. Ciri arsitektur Jawanya terlihat pada pendopo yang terbuka dan atap limasan yang digunakan. Ornamen atau hiasan pada pendopo rumah mencerminkan status social pemiliknya. Semakin indah ornamennya semakin tinggi status social pemilik rumahnya. Arsitektur Belanda diterapkan pada ornament-ornamen bangunan seperti tiang bangunannya, gable atap, dan lambrissering. Adanya ornamen asing pada hiasan rumah senagai bukti bahwa penghuninya telah memiliki hubungan usaha dengan orang asing.
Di Kampung Kauman, anda bisa menyaksikan tampilan rumah yang dikelilingi oleh tembok tinggi sekitar kurang lebih 7 meter dengan bentang bangunan antara 1 – 5 meter dari ketinggiannya, sehingga ruma- rumah Indies ini berkesan tinggi dan gagah. (Courtesy Bitmap Image)
Dalam perkembangannya, Kauman juga dikenal sebagai Kampung Santri sebagai pengaruh dari keberadaan pesantren Mamba’ul Ulum pada masa kepemimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono X. Sebagai pusat dakwah, kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin dilaksanakan dan juga sebagai daerah yang berdekatan dengan keraton, penduduk sekitarnya dibekali keterampilan membatik yang diajarkan oleh pihak Keraton. Pada awalnya batik buatan para abdi dalem tersebut hanya boleh digunakan bagi kaum ningrat Keraton tapi dengan berjalannya waktu, kain batik menjadi budaya atau identitas rakyat Solo. Saat ini Batik sudah menjadi salah satu industri yang mendorong perekonomian rakyat Solo. Keberadaan sentra industry batik Kauman dan Pasar Laweyan menjadi nilai jual di bidang wisata budaya.
Di Solo ada dua komunitas besar yang bergelut dengan batik, Kampoeng Batik Laweyan & Kampoeng Wisata Batik Kauman, kemudian ada tiga besar saudagar batik besar: Semar, Danarhadi dan Keris, sementara masih banyak lagi pengusaha batik yang tersebar dikota Solo baik itu yang menengah atau yang home industry
Sekitar tahun 1850-an kain batik menjadi pakaian wajib bagi masyarakat Jawa pada khususnya, oleh sebab itu permintaan kain batik melonjak sehingga produksi batik pun otomatis juga meningkat. Pada akhirnya batik menjadi suatu industri rumahan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Sehingga banyak diantaranya menjadi juragan atau saudagar Batik dan merekapun mampu mendirikan bangunan rumah – rumah yang megah dan indah.
Rumah – rumah milik pedagang batik ini yang berbentuk Jawa tradisional dipengaruhi oleh konsep arsitektur Belanda, jadi sampai saat ini pun rumau-rumah tersebut masih dapat dinikmati keindahannya. Rumah – rumah ini disebut Rumah Indies. Ciri arsitektur Jawanya terlihat pada pendopo yang terbuka dan atap limasan yang digunakan. Ornamen atau hiasan pada pendopo rumah mencerminkan status social pemiliknya. Semakin indah ornamennya semakin tinggi status social pemilik rumahnya. Arsitektur Belanda diterapkan pada ornament-ornamen bangunan seperti tiang bangunannya, gable atap, dan lambrissering. Adanya ornamen asing pada hiasan rumah senagai bukti bahwa penghuninya telah memiliki hubungan usaha dengan orang asing.
Di Kampung Kauman, anda bisa menyaksikan tampilan rumah yang dikelilingi oleh tembok tinggi sekitar kurang lebih 7 meter dengan bentang bangunan antara 1 – 5 meter dari ketinggiannya, sehingga ruma- rumah Indies ini berkesan tinggi dan gagah. (Courtesy Bitmap Image)
Labels:
Wisata Belanja Batik “KAUMAN’
Sunday, February 1, 2009
Duduk di Teras Cottage Sambil Baca Buku
KEPULAUAN Derawan tak pernah berhenti dibicarakan. Kawasan itu tanpa menebar pesona pun telah mampu memikat hati wisatawan. Seperti yang dilukiskan N Savitri, wanita karier yang tinggal di Jakarta. Walau ia berada di Ibu Kota, wanita beranak satu itu kerap berkunjung ke Derawan. Berikut laporan Savitri, penulis Citizen Journalism Tribun Kaltim.
BEBERAPA hari lalu saya menyaksikan sebuah stasiun televisi swasta yang menayangkan kegiatan memancing di laut lepas. Lokasinya kalau tidak salah di sekitar Berau, Kalimantan Timur. Salah satu potensi wisata yang ditonjolkan adalah Kepulauan Derawan.
Di kepulauan itu terdapat sejumlah obyek wisata bahari yang cukup menawan dan memikat para wisatawan dunia. Salah satunya adalah taman bawah laut. Para penyelam level dunia sudah sering datang ke tempat ini.
Sedikitnya ada empat pulau yang cukup terkenal di Kepulauan Derawan. Pulau-pulau itu bernama Pulau Maratua, Pulau Derawan, Pulau Sangalaki, dan Pulau Kakaban. Selama ini pulau-pulau itu dihuni satwa langka penyu hijau dan penyu sisik.
Menonton tayangan Derawan membuat sarapan pagi saya sedikit terhenti. Ketika itu saya sedang menikmati nasi dengan ikan tuna, ditambah lalapan kemangi dan sayur asem. Lamunan akan keindahan Pulau Derawan mengingkatkan perjalanan saya ke pulau itu. Saya pernah beberapa kali ke tempat itu. Suasananya benar-benar indah dan menawan.
Duluuuu.. ketika saya masa kecil, saya kerap bermain di daerah pesisir. Selama hampir sebelas tahun saya tinggal di Tuban, kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa. Di kota tersebut saya sempat mengenyam pendidikan dari SD sampai SMA karena mengikuti ayah yang kebetulan dinas di kota itu.
Tinggal di daerah pesisir membuat saya sering mengunjungi pantai-pantai di sekitar Tuban. Ketika itu lautnya belum tercemar dan terlihat bersih. Herannya, kenapa saya kok kurang menyukai suasana pantai. Rasanya, mandi atau bermain di laut kurang nyaman lantaran airnya asin dan terasa lengket semua di badan.
Balik lagi ke Derawan. Biasanya saya berangkat ke Derawan berombongan bersama keluarga. Kami menumpang speedboat. Keakraban di antara sesama teman dan keluarga terasa sekali.
Walau saya kurang menyukai laut, tapi saya benar-benar jatuh hati dengan keindahan dan keelokan Derawan yang benar-benar menawan. Sepanjang mata memandang tanpa menceburkan diri ke laut pun, rasanya keindahan di kepulauan itu serasa merasuk ke dalam jiwa saya lalu melahirkan ketenangan pikiran dan hati.
Sebelumnya saya pernah mendengar, Kabupaten Berau telah merencanakan kawasan konservasi pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan. Potensi kawasan konservasi ini terlihat dari keanekaragaman hayatinya, antara lain satwa endemik.
Selain memiliki beberapa ekosistem tropis yang terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove, Kepulauan Derawan juga punya spesies yang dilindungi dan khas. Spesies itu di antaranya ketam kelapa (Birgus latro), paus, lumba-lumba (Delphinus), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Erethmochelys fimbriata), dan dugong (Dugong dugon).
Ketam kelapa dapat ditemukan di Pulau Kakaban dan Maratua, sedangkan ikan Paus bisa dilihat di sekitar Pulau Maratua. Biasanya ikan raksasa ini muncul pada musim-musim tertentu, sedangkan lumba-lumba berada di sekitar Pulau Semama, Sangalaki, Kakaban, Maratua, dan Gosong Muaras.
Penyu juga bisa kita temukan di sekitar Pulau Panjang, Derawan, Semama, Sangalaki, dan Maratua. Adapun Dugong di Pulau Panjang dan Semama. Spesies unik lain adalah Pari Manta (Manta birostris) yang terdapat di Pulau Sangalaki dan Pigmy Seahorse di Pulau Semama dan Derawan.
***
DUDUK di teras cottage sambil membaca buku ditemani sebutir kelapa muda, ehmm... terasa nikmat, apalagi hembusan angin pantai terasa agak kencang. Pandangan mata saya seakan lepas jauh sampai ke kaki-kaki langit. SubhanAllah... indahnya ciptaan Allah. Semuanya terasa sempurna. Paduan warna laut dan langit, apalagi ketika sunset... wow seakan-akan tidak ada kata yang keluar walau hanya sekadar melukiskan keindahan pemandangan laut Derawan.
Kadang pada saat berjalan di dermaga, kita bisa melihat beberapa ekor penyu besar sedang berenang di tepi dermaga. Ukuran penyu itu mungkin diameternya sekitar satu meter. Cukup besar jika kita bisa duduk di atasnya.
Atau bisa juga kita melihat ikan-ikan dan kadang ubur-ubur. Air lautnya amat jernih sehingga kita bisa melihat semua keindahan bawah laut dengan jelas. Serasa melihat aquarium alam. Apa yang saya gambarkan itu hanya sedikit kecantikan Pantai Derawan saat kita melihatnya dari dermaga.
Menurut teman-teman yang senang diving atau snorkling… alam di bawah laut Derawan lebih menakjubkan. Berbagai jenis ikan dengan warna, corak, dan ukuran bermacam-macam ada di taman-taman laut. Belum lagi kalau kita mengunjungi perkampungan nelayannya. Sebelumnya saya membayangkan, perkampungan itu kumuh seperti perkampungan nelayan lainnya. Tapi, semua dugaan saya itu meleset. Perkampungan nelayan di Derawan benar-benar rapi dan bersih. Tidak ada bau amis yang menyengat.
Satu lagi yang tidak pernah terlewatkan kalau jalan-jalan ke Derawan adalah barbeque party. Wauw…ikan, cumi, udang… fresh langsung dari laut. Tanpa banyak bumbu, hanya garam dan kecap, kemudian dibakar di atas bara arang dan sabut kelapa. Rasanya benar-benar mantap dan lidah semakin rajin menikmati makanan. Nasi hangat plus sambal dadak dan lalap menambah gairah untuk menyantapnya. Alhamdulillah… terima kasih atas semua karunia-Mu…
Itulah sekelumit kenangan saya tentang Derawan, sebuah pulau dengan pantai dan lautnya yang indah dan bisa merubah pandangan saya yang semula kurang suka laut, berubah menjadi cinta laut. Sekarang saya dengan bangga menceritakan keindahan Derawan ke semua orang. Teman-teman yang suka diving selalu saya sarankan agar pergi ke Derawan. Gimana.... Ada yang tertarik dengan Derawan? (Courtesy Kompas/Antara)
BEBERAPA hari lalu saya menyaksikan sebuah stasiun televisi swasta yang menayangkan kegiatan memancing di laut lepas. Lokasinya kalau tidak salah di sekitar Berau, Kalimantan Timur. Salah satu potensi wisata yang ditonjolkan adalah Kepulauan Derawan.
Di kepulauan itu terdapat sejumlah obyek wisata bahari yang cukup menawan dan memikat para wisatawan dunia. Salah satunya adalah taman bawah laut. Para penyelam level dunia sudah sering datang ke tempat ini.
Sedikitnya ada empat pulau yang cukup terkenal di Kepulauan Derawan. Pulau-pulau itu bernama Pulau Maratua, Pulau Derawan, Pulau Sangalaki, dan Pulau Kakaban. Selama ini pulau-pulau itu dihuni satwa langka penyu hijau dan penyu sisik.
Menonton tayangan Derawan membuat sarapan pagi saya sedikit terhenti. Ketika itu saya sedang menikmati nasi dengan ikan tuna, ditambah lalapan kemangi dan sayur asem. Lamunan akan keindahan Pulau Derawan mengingkatkan perjalanan saya ke pulau itu. Saya pernah beberapa kali ke tempat itu. Suasananya benar-benar indah dan menawan.
Duluuuu.. ketika saya masa kecil, saya kerap bermain di daerah pesisir. Selama hampir sebelas tahun saya tinggal di Tuban, kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa. Di kota tersebut saya sempat mengenyam pendidikan dari SD sampai SMA karena mengikuti ayah yang kebetulan dinas di kota itu.
Tinggal di daerah pesisir membuat saya sering mengunjungi pantai-pantai di sekitar Tuban. Ketika itu lautnya belum tercemar dan terlihat bersih. Herannya, kenapa saya kok kurang menyukai suasana pantai. Rasanya, mandi atau bermain di laut kurang nyaman lantaran airnya asin dan terasa lengket semua di badan.
Balik lagi ke Derawan. Biasanya saya berangkat ke Derawan berombongan bersama keluarga. Kami menumpang speedboat. Keakraban di antara sesama teman dan keluarga terasa sekali.
Walau saya kurang menyukai laut, tapi saya benar-benar jatuh hati dengan keindahan dan keelokan Derawan yang benar-benar menawan. Sepanjang mata memandang tanpa menceburkan diri ke laut pun, rasanya keindahan di kepulauan itu serasa merasuk ke dalam jiwa saya lalu melahirkan ketenangan pikiran dan hati.
Sebelumnya saya pernah mendengar, Kabupaten Berau telah merencanakan kawasan konservasi pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan. Potensi kawasan konservasi ini terlihat dari keanekaragaman hayatinya, antara lain satwa endemik.
Selain memiliki beberapa ekosistem tropis yang terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem mangrove, Kepulauan Derawan juga punya spesies yang dilindungi dan khas. Spesies itu di antaranya ketam kelapa (Birgus latro), paus, lumba-lumba (Delphinus), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Erethmochelys fimbriata), dan dugong (Dugong dugon).
Ketam kelapa dapat ditemukan di Pulau Kakaban dan Maratua, sedangkan ikan Paus bisa dilihat di sekitar Pulau Maratua. Biasanya ikan raksasa ini muncul pada musim-musim tertentu, sedangkan lumba-lumba berada di sekitar Pulau Semama, Sangalaki, Kakaban, Maratua, dan Gosong Muaras.
Penyu juga bisa kita temukan di sekitar Pulau Panjang, Derawan, Semama, Sangalaki, dan Maratua. Adapun Dugong di Pulau Panjang dan Semama. Spesies unik lain adalah Pari Manta (Manta birostris) yang terdapat di Pulau Sangalaki dan Pigmy Seahorse di Pulau Semama dan Derawan.
***
DUDUK di teras cottage sambil membaca buku ditemani sebutir kelapa muda, ehmm... terasa nikmat, apalagi hembusan angin pantai terasa agak kencang. Pandangan mata saya seakan lepas jauh sampai ke kaki-kaki langit. SubhanAllah... indahnya ciptaan Allah. Semuanya terasa sempurna. Paduan warna laut dan langit, apalagi ketika sunset... wow seakan-akan tidak ada kata yang keluar walau hanya sekadar melukiskan keindahan pemandangan laut Derawan.
Kadang pada saat berjalan di dermaga, kita bisa melihat beberapa ekor penyu besar sedang berenang di tepi dermaga. Ukuran penyu itu mungkin diameternya sekitar satu meter. Cukup besar jika kita bisa duduk di atasnya.
Atau bisa juga kita melihat ikan-ikan dan kadang ubur-ubur. Air lautnya amat jernih sehingga kita bisa melihat semua keindahan bawah laut dengan jelas. Serasa melihat aquarium alam. Apa yang saya gambarkan itu hanya sedikit kecantikan Pantai Derawan saat kita melihatnya dari dermaga.
Menurut teman-teman yang senang diving atau snorkling… alam di bawah laut Derawan lebih menakjubkan. Berbagai jenis ikan dengan warna, corak, dan ukuran bermacam-macam ada di taman-taman laut. Belum lagi kalau kita mengunjungi perkampungan nelayannya. Sebelumnya saya membayangkan, perkampungan itu kumuh seperti perkampungan nelayan lainnya. Tapi, semua dugaan saya itu meleset. Perkampungan nelayan di Derawan benar-benar rapi dan bersih. Tidak ada bau amis yang menyengat.
Satu lagi yang tidak pernah terlewatkan kalau jalan-jalan ke Derawan adalah barbeque party. Wauw…ikan, cumi, udang… fresh langsung dari laut. Tanpa banyak bumbu, hanya garam dan kecap, kemudian dibakar di atas bara arang dan sabut kelapa. Rasanya benar-benar mantap dan lidah semakin rajin menikmati makanan. Nasi hangat plus sambal dadak dan lalap menambah gairah untuk menyantapnya. Alhamdulillah… terima kasih atas semua karunia-Mu…
Itulah sekelumit kenangan saya tentang Derawan, sebuah pulau dengan pantai dan lautnya yang indah dan bisa merubah pandangan saya yang semula kurang suka laut, berubah menjadi cinta laut. Sekarang saya dengan bangga menceritakan keindahan Derawan ke semua orang. Teman-teman yang suka diving selalu saya sarankan agar pergi ke Derawan. Gimana.... Ada yang tertarik dengan Derawan? (Courtesy Kompas/Antara)
Subscribe to:
Posts (Atom)